BUDAYA GOTONG ROYONG
Tegaldowo: Selasa,
Tanggal 03/03/2015 dari zaman leluhur kami dulu, sampai zaman sekarang ini, di
desa Tegaldowo dan disekitarnya punya budaya gotong royong, tetapi warga
Tegaldowo itu menyebutknya ”Sambatan”. Gotong royong itu biasanya dilakukan
pada saat mendirikan rumah juga pada saat biasanya membawanya pulang hasil
panen dari ladang. Pada saat mendirikan
rumah biasanya sampai 40 orang itu berasal dari tetangga sekitarnya yang
mendirikan rumah. Sambatan atau gotong royong itu dikerjakan sampai selesai,
meskipun kadang bisa rampung sampai dua hari, tapi kebanyakan satu hari sudah
rampung. Karena mayoritas rumah warga Tegaldowo dan sekitarnya itu, dibuat dari
bahan kayu semua. Selain karena kayu itu awet, semakin lama harganya juga
semakin mahal, di samping itu rumah kayu gampang/bisa di pindah. Di samping
semua alasan itu tadi, kami ingin kebudayaan dari nenek moyang kami dulu itu
agar tidak hilang/punah dan tetap lestari sampai generasi berikutnya.
Sekitar lima tahun yang lalu warga
Tegaldowo setiap membawa pulang hasil panennya masih dipikul dan berjalan kaki,
karena jarak ladang sampai rumah warga sekitar jauhnya mencapai 2 km lebih.
Tapi agar cepat selesai atau agar cepat hasil panennya bisa sampai dirumah
semua warga melakukannya dengan bergantian sambatan/gotong royong. Meskipun
jarak ladangnya ada yang jauh dan ada yang dekat dari rumah, tapi tetangganya
tidak merasa keberatan, karena itulah bentuk kerukunan hidup bertetangga. Walau
itu pulang-pergi ke ladang sampai berkali-kali dan jalannya naik turun tetapi
tetap semangat setiap hasil panennya satu orang biasanya bisa di rampungkan
satu hari. Tapi dengan hasil panen yang sangat melimpah para petani senang.
Karena setiap tahun hasil panennya malah tambah/melimpah, akhirnya warga
berniat dan sepakat untuk membuat jalan agar bisa di lalui oleh truk atau
kendaraan lainnya. Dan pembuatan jalan itu dikerjakan bersama-sama dengan cara
manual oleh warga yang punya ladang, mereka mengerjakan pembuatan jalan itu
dengan cara bergantian/bergiliran. Biasanya warga mengerjakan dari pagi sampai
siang hari saja, dan proses pembuatan itu selama dua bulan dan pada musim
kemarau. Sekarang akhirnya kalau membawa pulang hasil panennya di angkut oleh
truk, tapi yang ladangnya jauh dari jalan juga masih di lakukan dengan cara
gotong royong, tetapi sekarang tidak sampai rumah, hanya sampai dipinggir jalan
saja. Tradisi sambatan/gotong royong itu menurut warga selain mempercepat
pekerjaan juga untuk mempererat tali persaudaraan dan kerukunan. Budaya itu
sampai saat ini juga masih di gunakan oleh warga Tegaldowo dan sekitarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar